Nah, bagi mahasiswa baru yang sudah punya saudara kandung atau sepupu yang pernah kuliah biasanya akan banyak informasi dan itu akan sangat membantu mereka menghadapi babak kehidupan baru (cieh) sebagai mahasiswa. Dari kakak-kakak itu mereka akan dapat banyak petuah dan kiat untuk bisa bertahan sampai hari kelulusan:
"Tiga bulan pertama nggak boleh bawa mobil" atau
"Ya elah, nggak usah ikut paduan suara juga gapapa kaleee... Gue dulu cuma ikut tiga kali doang. Gak masalah." atau
"Ntar gue kenalin ama temen gue yang satu jurusan ama lo. Biar dibantuin." atau
"Beli makan di warung yang di Gang Senggol aja. Murah. Nasinya boleh nambah gratis, lagi"
dan seabrek info lainnya.Tinggal pilih mana yang penting dan nggak.
Tapi, bagaimana kalau kalian tidak punya saudara senior yang kuliah di universitas yang sama? Berarti kalian harus rajin-rajin cari info lewat berbagai media, terutama digital.
Tapi, bagi kalian yang memilih (baik dalam keadaan sadar atau tidak) memilih dan akhirnya diterima menjadi di #Fakultas Ilmu Budaya (FIB) atau #Fakultas Sastra (FS) saya akan berikan beberapa tips (semoga) berguna. Ho ho...Siap? Cabut!
TIPS
1. KUATKAN HATI
Memilih jurusan di Sastra bukanlah hal yang umum. Soalnya, kebanyakan anak SMA kalau ditanya biasanya memilih belajar di Fakultas Teknik, Kedokteran, Ekonomi, atau MIPA. Pokoknya mainstream, lah.
Oleh karena itu, biasanya
kalian akan mendapatkan komentar atau kernyitan dahi saat mengumumkan bahwa semester
depan kalian akan belajar di FIB/FS. Ini berasal dari pengalaman saya sendiri,
sih.
Sebelum membaca
dialog ini perlu dipahami, ya bahwa SMA saya bukanlah SMA favorit yang banyak menghasilkan
lulusan yang diterima di universitas bergengsi. Paling top biasanya diterima di
universitas negeri provinsi setempat.
Saya sedang
berjalan ketika bertemu dengan seorang guru Matematika yang sedang naik motor.
Melihat saya, beliau berhenti.
Guru : Eh, gimana hasil SPMB-nya?
Saya : Diterima, Pak. Alhamdulillah…
Guru : Selamat ya… Di mana?
Saya : UI, Pak.
Guru : UI… Jakarta?
Saya : Iya Pak.
Guru : … (sangsi)
Eh,
kalau si Risa (bukan nama sebenarnya) di mana?
Saya : Euh… belum tahu, Pak.
Dan sang guru pun
beranjaklah dengan segala tanda tanya apakah si anak yang biasa-biasa itu
benar-benar diterima di Universitas Indonesia. Ia juga masih penasaran di mana
Risa, si juara umum akan melanjutkan studi.
Oh, ya. Masih ada
lagi. Sekarang hubungannya dengan program studi yang saya ambil.
Liburan semester,
saya dan beberapa teman mengunjungi SMA dan bertemu beberapa guru.
Seperti biasa,
saat ditanya tempat kuliah saya, guru-guru setengah tidak percaya, “UI…
Jakarta?” Sebenarnya sih saya ingin sekali jawab, “Bukan, Pak. Yang di Kulim” L
Guru : Ambil (jurusan) apa di UI?
Saya : Sastra, Pak…
Guru : Oh.. Nanti kerjanya apa?
Saya : Ya, banyak, Pak… Jadi wartawan,
penerjemah, kerja di kedutaan…
Guru : …
Begitulah. Memang
tidak semua orang, termasuk guru-guru kalian yang akan menanggapi FIB/FS sebagai pilihan yang serius dengan masa depan
cerah. Untuk itu, kalian harus melakukan poin kedua. Poin kedua ini akan saya taruh
di posting yang berbeda, ya supaya tidak terlalu panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar